jika sewaktu ketika sampanku tak menghendaki hilir,
dan tubuhku kaku tenggelam dalam pengembaraan,
tolong relakan.
dalam beberapa kesempatan aku jatuhkan perasaanku pada hampa,
melihat pantulan sanubariku tak lagi nirmala,
sinisku pada diriku penuh jejap dan cela,
nyala mataku tak lagi riang melainkan sendu dan merana,
jika hatiku dapat berbicara, mungkin ia akan berkata: untuk apa masih ada?
kedalaman napasku, kucoba rasakan
kuupayakan dengan kalam
harap-harap kembali bangkit dan siap menyambut malam
kurasa baru saja aku mendengar dentum,
mungkin 1 kilometer di belakangku,
mendebarkan, mencekam
aku berbalik,
mematung
bukankah ini nyata? dari pangkal hingga ujung, agung yang kusebut jantung itu telah binasa
untuk beberapa detik tatapku gamang,
bingung,
linglung.
mengapa saat ini?
apalagi kepunyaanku yang tersisa?
beralamatkan nestapa kini aku berada
serasa segenap sukmaku dijajah, dijarah
aku murka!! aku marah!!!!
namun akankah merubah?
sendu sedanku tak lagi bermakna
lunglai ragaku kuhempaskan tak bersisa
oh, malang, malangnya diriku
oh, malang.... malangnya... diriku
yang semula jiwa penuh pengharapan dan kasih sayang,
menjadi seorang berwujud geram dan berang
aku memekik kencang kencang, memersilakan isi dadaku berterus terang
tak cukup kah selama ini kelam bertubi datang? guram ganas memarang?
pantulan gema teriakku mengisi seluruh ruang, getarannya menohokku lancang!
kini kepinganku hancur melebur
cerai-berai
aku memilih untuk hilang dalam damai
biarlah segala yang lampau,
terkubur rapat denganku yang kini luruh dan runtuh
ps:
im not sad, y'all. inspired by a self-loathing song i heard these past few days. keep your chin high, people!!!!!